Dunia sastra sangatlah kompleks. Kita bisa melihat sastra dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Ada yang menyatakan kalau sastra itu adalah sebuah karya seni, tapi ada juga yang menyatakan kalau sastra itu adalah sebuah hasil imajinasi manusia yang sangat sulit untuk dicarikan definisinya. Meskipun dunia sastra itu sangat kompleks dan sulit dicarikan definisi yang sesuai, kita patut berbangga karena di Indonesia khususnya di Bali sudah mulai bermunculan sastrawan-sastrawan yang berkualitas. Diantaranya adalah Putu wijaya, Oka Rusmini, Panji Tisna dan lain sebagainya. Karya-karya mereka sudah sangat memfosil diantara kalangan sastrawan lainnya, bahkan juga di kalangan masyarakat awam.
Salah satu tema yang paling menarik diantara ketiga sastrawan tersebut adalah mengenai perjuangan perempuan-perempuan Bali atas hegemoni kaum lelaki. Mengenai tema itu juga dibahas dalam diskusi sastra nasional yang dilaksanakan pada tanggal 17 September 2011 di Bentara Budaya Bali dengan narasumber Dr. Gede Artawan. Dalam diskusi sastra nasional tersebut lebih banyak mengetengahkan berkaitan dengan perjuangan perempuan-perempuan Bali atas hegemoni kaum lelaki Bali yang tertuang dalam novel-novel karya sastrawan Bali. Dalam diskusi itu, banyak diungkap mengenai sosok sastrawan Bali dengan sejumlah karyanya yang sangat melegenda. Banyak hal yang di ungkap dalam seminar itu, diantaranya masalah upacara yang tidak memusat pada substansi, reposisi eksistensi gerya yang masih menajamkan posisi panjak dan ratu, masalah kasta, sampai pada persoalan kerak budaya yang memfosil menghambat pemikiran rasional dan pragmatis.
Selain itu, juga banyak dibahas berkaitan dengan resistensi pengarang melaui representasi tokoh perempuannya, seperti tindak pemerkosaan terhadap Sukreni oleh tokoh Gusti Made Tusan, dikatakan pula dalam diskusi itu tindakan Made Tusan itu merupakan contoh hegemoni patriarki yang dilakukan oleh kaum lelaki Bali. Sebenarnya tema-tema yang dimuat dalam diskusi sastra nasional itu hanya terfokus pada penindasan kaum perempuan oleh kaum lelaki. Tapi realita yang ada, banyak juga kaum perempuan yang mendapatkan perlakuan baik oleh kaum lelaki, dan tidak jarang pula beberapa tokoh perempuan dalam novel malah menindas kaum lelaki. Seperti tokoh Men Negara, Ni Rawit yang diceritakan sebagai tokoh antagonis, yang dapat dengan mudahnya mengobrak-abrik komunitas bangsawan dan memainkan peran strategis. Kedua perempuan ini dapat dengan mudahnya mematahkan dominasi hegemoni kaum lelaki terhadap kaum perempuan.
Begitu pula dalam novel Oka Rusmini, digambarkan bahwa tokoh Luh Intan Prameswari, Luh Kerta dan Luh Kerti merupakan produk hubungan seksual diluar lembaga institusi perkawinan. Kedua nama terakhir merupakan produk hasil pemerkosaan yang dilakukan tiga laki-laki terhadap ibunya Luh Dalem, dan ini menunjukkan resistensi terhadap patriarki. Ditambahkan pula dalam diskusi itu keteraniayaan tokoh-tokoh perempuan yang dimunculkan dalam karya-karya Panji Tisna adalah sebuah ekspose perlawanan lain terhadap hegemoni yang memposisikan peran perempuan dalam kungkungan domestik yang dibingkai dengan filosofis keyakinan akan adanya karma phala.
Dalam novel Oka Rusmini penyikapan melawan tradisi dengan melakukan nyerod pada tokoh perempuannya adalah merupakan implementasi perjuangan kultural sebagai perwujudan sikap kritis pengarang terhadap tradisi. Ditambahkan pula dalam diskusi itu bahwa perempuan-perempuan Bali dalam novel itu, telah dilahirkan pengarang sebagai salah satu sarana membangun ruang untuk melakukan sebuah pembacaan lain terhadap tradisi di tengah hadangan modernitas, paling tidak upaya melakukan reinterpretasi, reposisi, rekonstruksi bagi sebuah fenomena baik dalam tataran konstruksi fisikal maupun dalam tataran kerangka berpikir, perilaku, dan dapat dipandang sebagai sebuah perlawanan kultural.
Sebenarnya yang perlu menjadi sorotan tajam dalam diskusi ini terletak pada hegemoni kaum lelaki terhadap kaum perempuan, tapi hal itu harus bisa disikapi dengan bijak. Tidak jarang pula bahwasanya dalam novel Putu Wijaya ada tokoh perempuan bernama Putri yang merupakan representasi dari pengarang Putu Wijaya dan Oka Rusmini yang bersifat reaksioner. Tokoh perempuan Putri pada novel Putu Wijaya adalah gambaran sosok intelektual yang berpikiran progresif dan futuristik kearah bagaimana sebaiknya tradisi itu dibaca dan disikapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar