Senin, 27 Februari 2012

Membaca Sebab di Balik Kerusuhan LP Kerobokan

  Bali Selasa tengah malam ribuan napi mengamuk di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kerobokan, Bali. Napi berteriak menuntut keadilan dari Kepala LP. Apa penyebab sebenarnya yang terjadi di balik kerusuhan yang akhirnya menyebabkankerugian Rp 1,2 miliar itu?

Menurut Mantan Ketua Balai Pertimbangan Pemasyarakatan, Adrianus Meliala, kehidupan over kapasitas di penjara menjadi pemicu awal terjadinya kerusuhan. Dengan terbatasnya ruang gerak karena padatnya kapasitas penghuni yang tidak sebanding dengan daya tampung, napi kemudian membentuk 'surga' sendiri di dalam Lapas.

"Kebebasan fisik mereka berkurang, sehingga mereka memberontak dan membuat surga mereka sendiri agar mencari kenyamanan di dalam lapas. Yang penting mereka tidak keluar penjara," kata Adrianus saat berbincang dengan detikcom, Minggu (26/2/2012) malam.

Pola yang dibentuk dalam mencari kenyamanan di balik jeruji besi adalah dengan berbagai cara. Salah satunya adalah main mata dengan petugas.

"Ada budaya manajemen di dalam lapas," papar kriminolog Universitas Indonesia (UI) ini.

Manajemen yang dimaksudnya itu adalah baik antara napi ataupun petugas lapas mengetahui peran mereka masing-masing. Mereka menutup mata bila diketahui beberapa napi berlaku di luar ketentuan lapas.

"Semua orang di lapas tahu sama tahu, antara petugas dan napi. Bila ada napi yang berbuat di luar ketentuan mereka tutup mata saja. Inilah yang menjadikan surga di lapas berjalan langgeng," jelas Adrianus.

Selain over kapasitas, kurangnya sumber daya manusia (sdm) juga turut menyumbang perilaku napi yang bersikap di luar peraturan yang berlaku. Sehingga, ketika ada napi lain yang memberontak karena dinilai tidak adil petugas tidak mampu melawan arus pemberontakan tersebut.

"Mereka tidak punya daya kalau ada penghuni lapas yang berontak. Senjata sedikit, SDM sedikit," kata Adrianus.

Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Amir Syamsuddin rupanya membenarkan bila sikap main mata antara napi dan petugas penjara masih terjadi. Hal itu disampaikan Amir dalam pidato saat membuka Rapat Kerja Pemasyarakatan 2012 di kantor Ditjen PAS Kemenkum HAM, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (21/2) pekan lalu.

Amir Syamsuddin menilai implementasi Inpres 9/2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi pada Ditjen Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkum HAM masih mendapat rapor merah. Aksi pungutan liar (pungli), peredaran narkoba dan kunjungan di luar jam besuk masih ada.

"Masih mendapatkan rapot merah. Pada tataran praktis di lapangan di lapas atau rutan pun masih terdapat aktivitas yang sudah seharusnya ditinggalkan atau dihilangkan. Seperti pungutan liar, kunjungan di luar jam besuk, dan peredaran narkotika. Aktivitas ini menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya mampu menjadikan institusi kita menjadi institusi yang bersih," tegas Amir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar